Selasa, 28 Desember 2010

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia (Tinjauan Normatif)


Istilah criminal justice system atau Sistem Peradilan Pidana menunjukan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan mempergunakan dasar “pendekatan sistem”.
Sebagai suatu sistem penegakan hukum, sistem peradilan pidana tidak hanya dimaksudkan untuk memproses penyelesaian kejahatan yang cepat, berbiaya murah dan transparan, akan tetapi juga memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia, menghormati asas praduga tak bersalah dari status tersangka sampai dinyatakan bersalah, dan proses penghukuman yang memberikan jaminan keseimbangan antara perlindungan masyarakat dan kepentingan terdakwa.
Sistem Peradilan Pidana yang diserap dalam KUHAP, diberlakukan melalui Undang-Undang Nomor : 8 tahun 1981, menganut sistem Campuran yang meletakan kerangka landasan penyelenggaraan sistem peradilan dengan mengatur hubungan antar subsistem peradilan. Hal demikian juga dapat dilihat dari penyelenggaraan peradilan pidana secara normatif dapat digambarkan sebagai berikut :
  1. Tahap Penyelidikan.
  2. Tahap Penyidikan.
  3. Tahap Penuntutan.
  4. Tahap Pemeriksaan disidang peradilan
  5. Tahap upaya Hukum.
  6. Pelaksanaan Putusan Pengadilan. 
Dalam sistem peradilan pidana terpadu, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan sebagai institusi penegak hukum memiliki hubungan yang erat. Keempat institusi ini seharusnya dapat bekerja sama dan berkoordinasi dengan baik untuk mencapai tujuan dari sistem ini. Mengingat, dalam penegakan hukum faktor penghambat sangat banyak, termasuk faktor-faktor sosial, ekonomi dan sebagainya, tetapi justru faktor terpenting penghambat penegakan hukum itu ada di dalam sistem hukum itu sendiri.
Seperti disinggung diatas bahwa sistem peradilan pidana selalu melibatkan dan mencakup sub sistem  dengan ruang lingkup masing-masing proses peradilan pidana sebagai berikut :
-      Kepolisian, dengan tugas utama : menerima laporan dan pengaduan dari publik; manakala terjadi tindak pidana; melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana; melakukan penyaringan terhadap kasus-kasus yang memenuhi syarat diajukan ke Kejaksaan; melaporkan hasil penyidikan kepada Kejaksaan dan memastikan dilindunginya para pihak terlibat dalam proses peradilan pidana.
-      Kejaksaan dengan tugas pokok : menyaring kasus-kasus yang layak diajukan ke Pengadilan; mempersiapkan berkas penuntutan; melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan.
-      Pengadilan yang berkewajiban untuk : menegakan hukum dan keadilan; melindungi hak-hak terdakwa; saksi dan korban dalam proses peradilan pidana; melakukan pemeriksaan kasus-kasus secara efisien dan efektif; memberikan putusan yang adil dan berdasar hukum; dan menyiapkan arena publik untuk persidangan sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dan melakukan penilaian terhadap proses peradilan di tingkat ini.
-      Lembaga pemasyarakatan, yang berfungsi untuk : menjalankan putusan pengadilan yang merupakan pemenjaraan; memastikan terlindunginya hak-hak narapidana; menjaga agar kondisi LP memadai untuk penjalanan pidana setiap narapidana; melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki narapidana; mempersiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat.
-      Pengacara, dengan fungsi : melakukan pembelaan bagi klien; dan menjaga agar hak-hak klien dipenuhi dalam proses.
Sub sistem dalam sistem peradilan pidana sebagaimana dimaksud diatas, mengacu pada kodifikasi hukum pidana formil yakni, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),  Undang-Undang Nomor : 8 tahun 1981, yang merupakan dasar pijakan penegakan hukum pidana materiil. Ketentuan mengenai proses beracaranya hukum pidana di Indonesia harus mengacu pada ketentuan KUHAP, disamping juga terdapat hukum pidana formil selain yang telah diatur dalam KUHAP tersebut, dan tersebar dalam Undang-undang diluar KUHAP.
Tugas lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan  harus dibedakan sebagai konsekuensi pembagian kekuasaan demi mencegah terjadinya konsentrasi kekuasaan didalam satu tangan dengan berbagai eksesnya. Pembedaan dan pembagian kekuasaan/kewenangan juga dimaksudkan agar terjamin pelaksanaan spesialisasi yang mendorong profesionalisme. Namun demikian pembagian kewenangan tersebut tentunya tidak perlu menghalangi kerjasama positif, yang justru sangat diperlukan bagi berjalannya pelaksanaan peradilan.
Pada sistem peradilan pidana terpadu, setiap fungsi lembaga penegak hukum selalu terkait dalam setiap penyelesaian perkara, oleh karenanya dalam praktek fungsi yang dimiliki masing-masing lembaga penegak hukum seyogianya harus dicermati dengan memperhatikan kesinambungan proses. Berdasarkan kerangka berpikir demikian maka aktifitas pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System), merupakan “fungsi gabungan” (collection funtion) dari legislator, polisi, jaksa, pengadilan, penjara serta badan terkait. Sedangkan tujuan pokok gabungan fungsi tersebut adalah untuk menegaskan, melaksanakan (menjalankan) serta memutuskan hukum pidana. Dengan demikian secara luas kegiatan sistem peradilan pidana terpadu, harus didukung dan dilaksanakan oleh 4 (empat) fungsi utama, yaitu :
1.      Fungsi Pembuatan Undang-undang (Law Making Function),
2.      Fungsi Penerapan Hukum (Law Enforcement Function),
3.      Fungsi Pemeriksaan Persidangan Pengadilan, 
4.   Fungsi Memperbaiki Terpidana (The Correction).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar