Selasa, 28 Desember 2010

Peran Kejaksaan dalam Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat

Institusi Kejaksaan sebagai institusi penegak hukum, dengan meminjam istilah Lawrence Friedmen merupakan salah satu dari aspek dari struktur hukum disamping substansi hukum dan kultur hukum, dimana ketiga aspek ini sangat mempengaruhi dan menjadi komponen pokok dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan hukum dalam rangka mengatasi persoalan hukum dalam arti secara luas dan khususnya masalah penegakan hukum. Seperti diketahui tujuan penegakan hukum adalah sejalan dengan tujuan hukum itu sendiri, yaitu mewujudkan ketertiban dan lainnya adalah untuk tercapainya keadilan. Suatu ketertiban mustahil akan dapat diwujudkan, jika hukum diabaikan. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum, tidak saja berpengaruh terhadap ketertiban dan keadilan, tetapi berperan membentuk kultur (budaya) hukum suatu masyarakat, karena mengatur perilaku.
Mengacu kepada kesadaran hukum ada pada diri setiap manusia, dengan tidak memandang bahwa orang tersebut berpendidikan hukum atau tidak, dan asas hukum yang mengatakan semua orang dianggap tahu akan norma-norma hukum yang berlaku dimasyarakat, maka persoalan kesadaran hukum bukan hanya persoalan sekelompok masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang hukum. Namun demikian selaku aparatur penegak hukum yang dituntut untuk berlaku dan bersikap sesuai ketentuan hukum, baik didalam melaksanakan tugas maupun diluar kedinasan.
Oleh karena itu Aparat Kejaksaan khususnya jaksa adalah individu manusia yang dibentuk berdasarkan norma atau nilai-nilai yang ditentukan secara sadar dalam ketentuan hukum (UU No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan). Disebutkan oleh Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 16 tahun 2004, bahwa jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Selanjutnya ditegaskan bahwa yang dimaksud jabatan fungsional jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi Kejaksaan (Pasal 1 angka 4 UU No. 16 tahun 2004). Untuk dapat menjadi jaksa, perundang-undangan telah menggariskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Setidak-tidaknya terdapat dua hal penting yang harus dipenuhi sesuai Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004. Pertama, berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 ditentukan bahwa syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah: a. Warga Negara Indonesia; b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. Berijazah paling rendah sarjana hukum; e. Berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun; f. Sehat jasmani dan rohani; g. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; h. Pengawai negeri sipil; Kedua, bahwa selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat diangkat jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.
Ditegaskan oleh Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 yaitu, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, syarat atau petunjuk pelaksanaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa ditetapkan oleh Jaksa Agung R.I. Saat ini telah dikeluarkan dan diberlakukan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor : PER-037/A/JA/12/2009 tanggal 21 Desember 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-068/A/JA/07/2007 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kejaksaan Republik Indonesia. Seperti yang telah berjalan selama ini, waktu Diklat Pembentukan Jaksa adalah 6 bulan (2 bulan pertama masa praktek lapangang dan 4 bulan berikutnya masa pendidikan). Apabila yang bersangkutan dinyatakan lulus, maka dilantik menjadi jaksa dengan mengucapkan sumpah atau janji. Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 mewajibkan, bahwa sebelum memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya, dihadapan Jaksa Agung. Mengenai bunyi sumpah atau janji yang harus diucapkan tertera dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004. Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) merupakan diklat dasar bagi seorang Jaksa. Untuk Diklat lanjutan ditempuh melalui Diklat Teknis atau Diklat Fungsional. Sedangkan untuk Diklat Struktural dilakukan melalui Diklat Kepemimpinan. Adapun keseluruhan jenis dan jenjang DIKLAT bagi pengawai Kejaksaan terdiri dari: 1. DIKLAT Prajabatan. 2. DIKLAT dalam Jabatan, terbagi atas: a. DIKLAT Struktural Kejaksaan; b. DIKLAT Fungsional Kejaksaan; c. DIKLAT Teknis Kejaksaan; Keterpaduan DIKLAT Jaksa, Polisi, Hakim, dan Advokat.
Norma hukum dan nilai-nilai yang hendak ditanamkan dalam proses pembentukan jaksa, melalui pendidikan, tidak hanya mengisyaratkan seorang jaksa memiliki pengetahuan ilmu hukum, akan tetapi juga memberikan pemahaman akan tugas dan tanggung jawab sebagai penegak hukum yang harus dijalankannya secara sadar, bertanggungjawab, berintegritas dan bermoral. Dengan demikian pendidikan dan pelatihan yang dilakukan aparatur Kejaksaan bukan hanya berkaitan penegakan hukum yang dilakukan secara profesional, tegas, transparan, kredibel, adil dan berkepastian hukum saja, akan tetapi juga bagaimana output yang dihasilkan dari kinerja institusi kejaksaan dapat meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Disamping itu, Intitusi Kejaksaan juga  melakukan berbagai kegiatan pendidikan secara informal, seperti penerangan dan penyuluhan hukum disetiap lapisan masyarakat dan ikut serta dalam upaya edukasi penanaman nilai-nilai kejujuran dalam pergaulan sehari-hari.
Sebagaimana kita ketahui bersama, ketidaktegasan sikap aparat  penegak hukum menghadapi pelaku kejahatan (pelangar hukum) seperti banyak pelanggaran hukum yang tidak diusut, tidak ditanggapinya laporan pengaduan masyarakat tentang terjadinya kejahatan (pelanggaran hukum), kejahatan yang justru melibatkan aparat hukum atau bahkan sebagai pelakunya, bukan hanya merupakan indikator hilangnya kesadaran hukum aparatur hukum, tetapi juga penyebab menurunnya kesadaran  hukum masyarakat. Oleh karena itu pelaksanaan hukum/penegakan hukum (law enforcement) oleh aparat hukum yang tegas, konsekuen, penuh dedikasi dan tanggungjawab serta senantiasa memperhatikan rasa keadilan masyarakat, akan membantu meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
Sejalan dengan upaya-upaya peningkatan kesadaran hukum masyarakat, Institusi Kejaksaan telah menetapkan kebijakan peningkatan aparatur kejaksaan, melalui pembaharuan dan program reformasi birokrasi Kejaksaan yang bermuara pada terwujudnya penegakan hukum tegas, transparan, kredibel, dan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Mengingat praktek peradilan pidana juga melibatkan institusi penegak hukum seperti Kepolisian, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan, maka mekanisme penjatuhan hukuman (pemidanaan) sudah saatnya meninggalkan konsep-konsep pembalasan dendam (seperti hukuman seberat-beratnya), memperbaharui konsep rehabilitasi pelaku (pemasyarakatan narapidana), untuk menuju penerapan konsep restorasi justice, yang masih harus terus digali dan dimanfaatkan seluas mungkin.
Disamping itu upaya-upaya memberikan penerangan hukum dan penyuluhan hukum disetiap lapisan masyarakat (tingkat kecamatan dan kelurahan) diseluruh Indonesia, melalui kegiatan/pogram penyuluhkan hukum yang dilakukan bidang Intelijen Kejaksaan terus dilakukan secara kontinyu dan konsisten, sehingga diharapkan kesadaran hukum masyarakat dapat terus dibina. 
Selain itu pendekatan edukatif dalam memerangi kejahatan (pelanggaran hukum) yakni melalui kegiatan pendirian kantin kejujuran dan pendirian sekolah anti korupsi, dimana kegiatan tersebut diselenggarakan berkat bekerja sama Kejaksaan RI dengan Karang Taruna Nasional serta Kementerian Pendidikan Nasional RI. Maksud pendirian kantin kejujuran adalah menanamkan watak, sikap dan perilaku jujur kepada generasi muda khususnya generasi pelajar sedini mungkin, dimana penyelenggaraanya pada awalnya di sekolah-sekolah kejuruan, menengah pertama dan atas, namun kemudian meluas hingga didirikan diinstansi atau lembaga pemerintahan dan swasta. Diharapkan penanaman watak jujur, akan memberikan pengertian dan pemahaman kepada generasi muda, khususnya pelajar, akan bahaya dari perbuatan curang dan tidak patuh  terhadap norma dan nilai hukum dan agama, sehingga secara sadar akan senantiasa berbuat jujur dalam pergaulannya sehari-hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar